PASURUAN, Gejolak ketenagakerjaan kembali mencuat di PT Ray Chain Shoes, sebuah perusahaan manufaktur sepatu yang berlokasi di Jalan Kemloko, Desa Kemloko, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan. Setelah sebelumnya diberitakan oleh Swaranetizen.com soal dugaan pemotongan gaji sepihak dan tidak dibayarkannya upah lembur, kini muncul kesaksian yang lebih mengerikan, dugaan pemaksaan hubungan intim terhadap karyawan perempuan oleh oknum internal perusahaan.
Aksi protes sejumlah karyawan yang digelar baru-baru ini di area pabrik menjadi puncak dari akumulasi ketidakadilan yang mereka rasakan. Mulai dari pemotongan gaji tanpa alasan yang jelas, lembur yang tak digaji, hingga tekanan mental akibat intimidasi yang sistematis.
“Kami sering lembur sampai malam, bahkan hari Minggu pun masuk kerja. Tapi tidak ada uang makan dan lembur kami tidak dibayar. Parahnya, gaji pokok kami juga kerap dipotong tanpa pemberitahuan,” ujar beberapa karyawan dengan nada kecewa.
Namun, permasalahan finansial itu hanya satu sisi dari persoalan. Di sisi lain, muncul pula laporan soal dugaan pelecehan seksual dan tindakan amoral yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu di lingkungan kerja.
Beberapa karyawan perempuan secara terbuka menyampaikan bahwa, mereka kerap mendapat tekanan, baik secara verbal maupun psikis, dari pihak-pihak yang memiliki kuasa di perusahaan. Salah satu pengakuan paling mencengangkan datang dari seorang mantan karyawan, yang menyebut bahwa dirinya memilih mengundurkan diri beberapa bulan lalu karena merasa dipaksa menjalin hubungan intim oleh seseorang yang berpengaruh di dalam perusahaan.
“Diajak tidur oleh salah satu atasan. Katanya kalau saya mau, saya akan dipertahankan. Tapi saya lebih memilih keluar daripada harus menuruti permintaan seperti itu,” ujar mantan karyawan yang identitasnya kami rahasiakan demi keamanan. Rabu (23/07)
Pengakuan tersebut diperkuat oleh Bunga (nama disamarkan), salah satu karyawan aktif, yang mengatakan bahwa praktik semacam itu bukan hal baru di lingkungan PT Ray Chain Shoes. Menurutnya, ada semacam “kultur diam” yang membuat banyak korban memilih bungkam demi mempertahankan pekerjaan mereka.
“Teman saya sampai harus keluar karena sudah tidak kuat dipaksa dan dilecehkan terus. Dia bilang, kalau ditolak, akan langsung dikeluarkan. Akhirnya dia memilih pergi sendiri karena tidak tahan secara mental,” kata Bunga dengan suara bergetar.
Para pekerja mendesak agar Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan serta aparat penegak hukum segera turun tangan untuk mengusut dugaan pelanggaran berat tersebut. Mereka menekankan bahwa persoalan ini bukan hanya soal hak-hak normatif pekerja, melainkan juga menyangkut martabat dan keselamatan karyawan, khususnya perempuan.
“Kami tidak ingin kejadian ini dianggap angin lalu. Ini menyangkut hidup dan harga diri kami. Mohon pemerintah dan aparat segera bertindak. Kami tidak berani melaporkan hal tersebut,” tegasnya.
Sampai berita ini diturunkan, pihak manajemen PT Ray Chain Shoes belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai tudingan yang dilontarkan. Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh Swaranetizen.com kepada manajemen dan pihak terkait masih terus diupayakan.
Jurnalis: Lukas
Editor: Panji Lesmana